Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday

Cara mudah membuat foto lebih indah



Apapun kamera yang kita pakai, tiap kita memotret tentu harapannya adalah
menghasilkan foto yang indah. Terkadang yang terjadi justru kekecewaan karena
hasil  foto kita kurang memuaskan, padahal di saat  yang sama orang lain bisa
membuat foto yang lebih baik. Bisa jadi kita lupa akan hal-hal sepele namun
penting yang menentukan bagus tidaknya hasil sebuah foto. Kami sampaikan
disini cara-cara mudah yang perlu selalu diingat guna mendapat foto yang indah.
Inilah cara mudah yang bisa diterapkan oleh siapa saja (termasuk pemula
sekalipun) untuk mendapat foto yang lebih indah :
Perhatikan komposisi
Memotret dengan kamera ponsel sekalipun, titik berat pada komposisi akan
membuat hasil foto yang berbeda dan bisa tampak indah. Sebaliknya, bila
memakai kamera mahal yang canggih sekalipun tapi tidak mengindahkan
komposisi akan menghasilkan foto yang tidak bisa ‘bicara’.
Komposisi berarti kejelian menempatkan objek pada bidang foto, bagaimana kita
berpikir mencari  point-of-interest  untuk tiap foto, membuat kesan kedalaman
dengan bermain framing hingga mengikuti aturan rule-of-thirds. Bila foto sudah
terlanjur diambil namun ternyata komposisinya kurang enak dilihat, kita bisa
selamatkan dengan melakukan  cropping  untuk membuang bidang yang tidak
perlu.
Perhatikan pencahayaan 

Selalu, sebelum kita memotret, perhatikan dengan seksama  cahaya sekitar.
Kenali sumber cahaya  utamanya (matahari, lampu neon, lampu pijar atau
lainnya), estimasi  tingkat keterangannya (intensitas cahayanya) lalu  arah
datangnya cahaya (side light, back light dsb). dari sini kita bisa menentukan
apakah cukup mengandalkan  auto WB pada kamera atau perlu dilakukan WB
manual. Pada saat cahaya kurang, kita juga perlu mengukur kemampuan kamera kita
(berapa  shutter speed minimum, berapa bukaan lensa maksimum, berapa ISO
tinggi yang masih layak/noise  rendah) sehingga foto yang diambil tidak undereksposur. Perhatikan juga bila cahaya datang dari arah belakang objek akan
menghasilkan siluet sehingga perlu diputuskan apakah objek harus pindah
posisi, atau kita kompensasi dengan menambah lampu kilat.
Perhatikan latar belakang Ada kalanya yang paling ingin ditonjolkan dari sebuah foto adalah latar
belakangnya. Berpose di depan Candi Borobudur atau  gunung Bromo tentu
maksudnya ingin menceritakan kalau ’saya pernah kesana’. Untuk itu aturlah
latar bisa tampak jelas, sementara objek tetap proporsional.
Tapi kadang kita justru si objek adalah fokus utama dalam sebuah foto,
sementara latar belakang bisa diabaikan. Untuk itu  pilihlah latar yang tidak
mengganggu fokus orang yang melihat foto kita. latar yang terlalu ramai dan
penuh warna bisa membuat orang justru sibuk mengamati latar daripada objek
foto. Bila kamera anda mampu membuat latar menjadi blur/out-of- focus, maka
lakukanlah sbb :
Tidak bisa dipungkiri bahwa latar belakang yang blur dari sebuah foto mampu
memberi kesan kedalaman (Depth-of-Field/DoF) tersendiri bagi foto tersebut.
Dengan latar yang  blur dapat dilakukan isolasi atau pemisahan objek foto
sehingga perhatian tidak terpecah antara melihat objek atau latarnya. Maka itu
teknik membuat  blur ini lebih banyak dipakai di foto potret dan  still life  (yang
perlu DoF sempit), dan tidak untuk dipakai di foto landscape atau pemandangan
(yang perlu DoF lebar).
Banyak yang berharap dengan kamera yang dimilikinya, dia akan dapat
mendapat foto yang latarnya blur. Meski banyak yang berhasil, namun ada juga
yang mengalami kekecewaan karena hasil  fotonya tidak seperti yang diharapkan.
Untuk itu perlu dicatat bahwa hasil dari foto yang latarnya blur dapat bervariasi,
dan tingkat blurnya pun berbeda (mulai dari yang agak blur hingga sangat blur).
Ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu faktor apa saja yang membuat hasil
blur pada latar ini bisa berbeda, yaitu :
• ukuran sensor pada kamera
• jenis lensa yang dipakai
• posisi panjang fokal lensa
• bukaan diafragma lensa
• jarak objek terhadap latar
Soal sensor, jelas pada kamera DSLR yang ukuran sensornya lebih besar,
kemampuan menghasilkan foto yang latarnya  blur akan menjadi mudah. Tidak
demikian halnya dengan kamera bersensor kecil (meskipun kamera  prosumer)
yang relatif akan kesulitan untuk membuat blur pada latar. Pada DSLR pun jenis
lensa yang dipakai bisa memberi hasil  blur yang berbeda-beda, tergantung tipe
lensanya (zoom atau prime), berapa jumlah blade diafragmanya (ada yang 5, 7,
dan 9 blade) dan apa jenis bladenya (lurus atau rounded). Sekedar berbagi tips, mendapatkan bokeh yang baik dapat diupayakan dengan
beberapa langkah berikut ini :
• Gunakan bukaan maksimal, karena semakin besar bukaan diafragma akan
membuat latar semakin blur. Bila lensa anda memiliki bukaan maksimal
f/4, gunakan saja itu, jangan bermain di f/8 atau f/11, misalnya.
• Gunakan posisi fokal lensa di zoom /  tele maksimum (untuk lensa zoom
tentunya). Masalahnya, pada posisi lensa di  tele  maksimum ini
kebanyakan akan mengalami penurunan bukaan diafragma maksimal
(kecuali lensa dengan bukaan konstan). Tips memakai posisi  tele
maksimum ini tidak harus dilakukan pada lensa yang  tergolong super
zoom (seperti 18-200mm), karena bisa-bisa nanti si fotografer akan
berada terlalu jauh dari objek.
• Upayakan jarak objek cukup jauh dari latarnya. Akan sia-sia memakai
bukaan lensa maksimum bila si objek bersandar di dinding, misalnya.
Baik si objek dan dinding itu akan sama-sama tajam  nantinya, sehingga
tidak bisa didapat bokeh yang baik.
• Untuk pemakai kamera saku, selain tips diatas bisa  dicoba dengan
memakai  mode macro yang bisa menambah kemampuan lensa untuk
memisahkan objek dengan latarnya.
Sebagai perbandingan, saya berikan contoh foto yang didapat dari berbagai jenis
lensa (memakai kamera Nikon D40). Lokasi di halaman rumah saja, dengan
objek suvenir khas Kalimantan dan sebagai latarnya adalah pepohonan di taman
rumah.
Inilah contoh foto yang saya buat : Foto diatas, yang bokehnya menurut saya paling baik, didapat dengan memakai
lensa  Nikon AF-S 105mm VR Micro, dengan bukaan saya set di f/3.2.
Dengan memakai lensa ini, kita sama sekali tidak punya gambaran apa yang
menjadi latar belakang dari foto ini. Fokus hanya tertuju pada patung Dayak
yang tampak jelas sebagai objeknya.
Foto kedua, bokehnya sedikit kalah dibanding dengan foto pertama, didapat
dengan memakai lensa Nikon AF-S 24-70mm  dan bukaan f/2.8 (di posisi
70mm), bisa didapat bokeh yang masih amat baik. Abaikan perbedaan warna
foto ini dengan foto pertama, mengingat cuaca belakangan ini sering berubahubah. Foto ketiga, meski memakai Nikon D40 tapi kini beralih ke lensa kit 18-55mm.
Pada posisi tele maksimum 55mm, dengan bukaan maksimum hanya f/5.6
memang nyatanya lensa ini kurang mampu menghasilkan bokeh yang baik
(meski lensa kecil ini mampu memberi ketajaman dan warna yang hampir sama
baiknya dengan lensa yang lebih mahal). Maka itu lensa kit ini tidak begitu cocok
untuk urusan bikin blur, terbukti pada foto diatas  masih tampak sepintas adanya
pepohonan di belakang objek.
Foto keempat diberikan sebagai pembanding, diambil  memakai kamera saku
Lumix LZ2 yang lensanya  36-222mm f/2.8-4.5 (6x zoom). Pada posisi  tele
maksimum (222mm), bukaan maksimum dari lensa ini adalah f/4.5 yang relatif
masih mencukupi untuk membuat  blur pada  background. Posisi mode yang
dipakai adalah  macro mode, dan terbukti mampu membantu membuat bokeh
yang lumayan (untuk ukuran kamera saku lho..).
Tips tambahan, bila tips diatas semuanya tidak berhasil : gunakan saja software
Photoshop, bermainlah dengan  layer  dan  blur tool. Tapi ingat, olah digital
semacam ini tidak diijinkan dalam lomba foto.
Perlu diingat juga kalau tiap posisi fokal lensa yang berbeda mampu memberi
perspektif  yang berbeda terhadap objek dan latar. Saat anda memakai lensa
zoom dan akan memotret objek yang relatif terhadap latar, aturlah posisi anda,
posisi fokal lensa, posisi objek dan posisi latar agar memberi perspektif yang
diinginkan. Perhatikan kamera anda
Terakhir, diluar faktor eksternal diatas, ujung-ujungnya juga kembali pada
kamera sebagai alat yang menentukan hasil foto. Banyak orang kecewa setelah
melihat hasil foto yang diambilnya, tanpa memperhatikan apakah dia sudah
melakukan yang terbaik saat memotret. Cek kembali  setting kamera anda saat
akan memotret :
• jangan goyang saat memotret, sedikit saja handshake akan membuat foto
blur, apalagi saat shutter speed  rendah (dibawah 1/30 detik) atau saat
memakai lensa tele (diatas 100mm)
• pastikan  auto fokus mengunci pada objek yang dituju, bukan salah
memfokus pada latar belakang atau objek lainnya
• periksa histogram sebelum memotret, bila under atau over bisa
dikompensasi dengan  Exposure Compensation (Ev) ke arah plus atau
minus
• tentukan apakah anda perlu  memakai lampu kilat atau tidak, bahkan di
siang hari sekalipun
Setting Kamera
Percaya atau tidak,  banyak pemilik kamera digital yang masih belum memahami
setting dasar dari kameranya, sehingga dalam memotret dia hanya
mengandalkan mode Auto dan pasrah akan hasil akhir  nantinya. Padahal kita
tahu bahwa kamera punya banyak setting dan kesalahan setting akan membuat
hasil foto bisa mengecewakan sehingga ada saja orang yang merasa ragu untuk
mencoba berbagai setting yang ada di kameranya. Betul kalau mode Auto pada
kamera masa kini sudah amat cerdas dalam membuat foto yang aman, tapi
apakah anda tidak ingin menjajal berbagai setting yang ada di kamera anda?
Setidaknya kita harus mengenali dan pernah mencoba seluruh setting dasar yang
ada pada kamera yang kita miliki sehingga tahu apa  yang harus dirubah saat
berhadapan dengan situasi yang berbeda-beda.
Meski tampak sepele, tapi setting berikut ini bisa membantu anda menghasilkan
foto yang lebih baik, bila diatur dengan benar. Untuk lebih jelasnya, baca juga
buku manual kamera anda karena apa yang kami sampaikan berikut ini bersifat
umum.
Ukuran foto (resolusi sensor)
Foto atau gambar format digital diukur dengan satuan piksel dan ini terkait
dengan resolusi yang dimiliki sensor kamera, dimana resolusi sensor
menandakan ukuran maksimal foto yang bisa dihasilkan (dinyatakan dalam
mega piksel). Kamera masa kini telah mengalami peningkatan dalam jumlah
piksel pada keping sensornya dan kita tahu kalau semakin tinggi resolusinya
maka semakin detail foto yang dihasilkan. Berapapun resolusi yang dimiliki oleh kamera digital, biasanya terdapat pilihan
setting resolusi yaitu :
• resolusi maksimum (large) : disini kamera akan menghasilkan foto
dengan resolusi penuh dan otomatis file foto yang dihasilkan juga akan
berukuran besar. Gunakan resolusi tertinggi ini bila anda memang sedang
memotret sesuatu yang penting, kaya detail, berencana banyak melakukan
cropping atau akan mencetak ukuran besar.
• resolusi menengah (medium) : kamera akan menghasilkan foto dengan
ukuran menengah yang masih cukup detail namun ukuran filenya tidak
terlalu besar. Setting ini cocok dipakai untuk memotret sehari-hari.
• resolusi kecil (small) : bila anda hanya perlu foto berukuran kecil untuk
ditampilkan di web dan tidak berencana untuk dicetak ataupun
melakukan cropping, resolusi kecil ini bisa saja dipakai.
Kualitas foto (kompresi JPEG)
Banyak orang yang salah paham kalau kualitas foto itu ditentukan dari
resolusinya. Padahal resolusi menyatakan detail foto sementara kualitas
ditentukan dari tingkat kompresi JPEG yang bisa kita atur settingnya. Semakin
tinggi kompresi JPEG maka kualitas foto akan makin  rendah karena preses
kompresi ini bersifat  lossy  alias menurunkan kualitas. Foto berkualitas rendah
akan tampak adanya artifak atau kotak-kotak akibat proses kompresi yang tinggi,
namun memiliki ukuran file yang rendah.
Setting kualitas yang umumnya dijumpai di kamera :
• kualitas tertinggi (super fine, best  atau high quality) : bila perlu foto
berkualitas tinggi dan minim artifak, pilih setting dengan kompresi
terendah ini, namun ukuran file akan sangat besar (sekitar 4-5 MB per
foto).
• kualitas menengah (fine, better  atau medium quality) : cocok untuk
digunakan sehari-hari, masih aman dari artifak yang mengganggu namun
file foto tidak terlalu besar.
• kualitas dasar  (normal, good  atau  basic quality) : bisa dipilih kalau
sedang kondisi darurat, misalnya kebetulan kartu memori yang ada
kapasitasnya rendah, atau sisa ruang simpan di kartu memori tinggal
sedikit. Di setting ini kompresi JPEG sangat tinggi sehingga sebuah file
foto bisa berukuran kecil namun akan banyak mengalami efek kompresi
seperti artifak yang bakal terlihat di hasil foto.
Sensitivitas sensor (ISO)
ISO dalam fotografi digital menandakan seberapa sensitif sensor terhadap
cahaya. Tiap kamera punya ISO dasar (atau ISO terendah) yang umumnya
diantara ISO 80 hingga ISO 200. Di ISO terendah ini sensor memberikan hasil
foto yang rendah noise sehingga umumnya kebanyakan  orang membiarkan kameranya selalu memakai ISO rendah. Padahal adanya pilihan nilai ISO pada
kamera disediakan tentu untuk kemudahan kita, dan kapan memakai ISO rendah
dan kapan harus menaikkan ISO tentu perlu kita pahami.
• ISO rendah (ISO 80 - 200) cocok untuk dipakai sehari-hari, selama
cahaya sekitar cukup terang seperti saat memotret di siang hari.  ISO
rendah juga bisa dipilih bila kita ingin fotonya terhindar dari noise atau
saat sedang bermain slow speed.
• ISO menengah (ISO 400 - 800) bisa jadi nilai kompromi antara
sensitivitas dan noise, dalam arti di ISO menengah  ini kita mendapat
sensor yang lebih sensitif namun dengan noise yang  tidak terlalu tinggi.
Gunakan ISO menengah bila cahaya sekitar sudah mulai redup, atau saat
memakai ISO dasar ternyata shutter speed  terlampau lambat dan
berpotensi blur. Noise yang muncul akibat memakai ISO menengah ini
masih bisa dikurangi memakai software komputer.
• ISO tinggi  (ISO 1000 - 6400) adalah peningkatan ekstrim dari
sensitivitas sensor yang akan membuat sensor sangat sensitif terhadap
cahaya sekaligus membuat banyak noise pada foto. Gunakan ISO tinggi
bila cahaya yang ada tidak mencukupi bagi kamera untuk mendapat
eksposur yang tepat, atau bila kita ingin mendapatkan shutter speed yang
tinggi. Pada kebanyakan kamera digital, ISO tinggi  umumnya memberi
hasil foto yang penuh noise dan kurang baik untuk dicetak.
Kompensasi Eksposur (Ev)
Setting yang satu ini kadang dipahami banyak orang  sebagai kendali terang
gelap, meski yang lebih tepatnya adalah bagaimana kita memberikan instruksi
pada kamera untuk merubah nilai nol eksposur. Setting Ev menjadi setting dasar
kamera digital mulai dari kamera kelas pro hingga kamera ponsel, dan nyatanya
setting ini sangat bermanfaat untuk mengatasi kendala terang gelap yang tidak
sesuai keinginan kita. Nilai default Ev adalah 0 (nol) dimana kamera berupaya
mencari nilai shutter dan aperture terbaik hasil pengukuran kondisi pencahayaan
saat itu (metering). Pada nilai Ev 0 biasanya area  terang (highlight) dan gelap
(shadow) berada pada kondisi yang imbang, meski karakter tiap kamera bisa
sedikit berbeda. Dalam kondisi tertentu, adakalanya metering kamera tidak
memberikan hasil yang sesuai dengan keinginan kita, entah objeknya terlalu over
atau terlalu under. Nah, bila sudah begitu kita bisa merubah nilai Ev ini ke arah :
• Positif Ev (mulai dari +1/3 Ev hingga +3 Ev) dilakukan bila kita ingin
membuat bagian yang gelap menjadi lebih terang, meski dengan resiko
bagian terang jadi terbakar (blown). Biasanya di area yang kontrasnya
tinggi seperti saat sinar matahari terik, atau ada sinar dari belakang objek
(backlight), maka foto perlu dikompensasi ke arah positif.
• Negatif Ev (mulai dari -1/3 Ev hingga -3 Ev) dilakukan bila kita ingin
mengurangi area yang terang jadi lebih gelap, seperti saat memotret
sunset. Tanpa menurunkan Ev, foto sunset akan terlalu terang dan niscaya momen indah saat matahari terbenam itu tidak akan terekam dengan
baik.
Mode lampu kilat (flash)
Lampu kilat yang ada pada kamera tampaknya cukup sepele karena hanya
berfungsi sebagai lampu tambahan. Namun adakalanya  pemilik kamera masih
sering mengabaikan setting flash saat memotret. Umumnya setting flash ini
dibiarkan di posisi Auto dimana flash akan menyala hanya kalau suasana sudah
cukup gelap. Padahal seringkali kita perlu flash di siang hari, dan bisa saja kita
justru tidak boleh menyalakan flash di malam hari. Untuk itu inilah setting dasar
lampu kilat kamera secara umum yang perlu dipahami :
• Auto : menyala otomatis saat mulai gelap. Biasakan untuk tidak memakai
mode flash Auto.
• Flash on : selalu menyala setiap memotret. Gunakan setting ini bila ingin
memotret dengan lampu kilat seperti saat tidak ada  sumber cahaya
apapun selain dari lampu kamera, atau saat siang hari tapi objek yang
akan difoto terhalang bayangan sehingga gelap. Flash di siang hari juga
bisa dipakai untuk melawan backlight.
• Flash on plus red-eye : sama seperti di atas, namun lampu kilat akan
menyala dua kali untuk mencegah mata merah. Ada saja orang yang
memakai setting ini tanpa memahami mode ini untuk apa, sehingga dia
memakai setting ini setiap kali memotret, siang atau malam. Padahal
dengan dua kali lampu kilat menyala, potensi kehilangan momen cukup
tinggi karena ada jeda saat memotret dan hingga saat gambar diambil.
Lagi pula dengan seringnya lampu kilat menyala akan membuat baterai
cepat habis.
• Flash off  : kebalikan dengan flash on, setting flash off tentu mencegah
lampu kilat menyala saat memotret. Pertama, gunakan setting ini saat
cahaya sekitar sudah cukup banyak. Kedua, matikan flash saat kita perlu
memotret dengan available light (sumber cahaya alami) seperti memotret
lilin, night shot atau ruangan yang sangat luas. Ketiga, setting ini berguna
saat penggunaan lampu kilat dilarang seperti saat konser di panggung
pertunjukan atau di rumah ibadah. Keempat, jangan pakai lampu kilat bila
hasil foto akan mengalami pantulan lampu seperti memotret dari balik
jendela mobil, memotret ikan di akuarium dan memotret benda yang
mengkilat.
White balance
Terakhir, setting dasar yang kerap diabaikan adalah pengaturan karakter warna
white balance. Alasan umum mengapa jarang ada yang suka mencoba bermainmain dengan setting ini adalah karena di posisi Auto WB, hasil foto sudah cukup
aman dan warnanya jarang meleset. Hanya saja apakah kita akan pasrah pada
mode Auto saat berhadapan dengan sumber cahaya putih yang berbeda-beda? Di
alam ini sumber cahaya putih sangat banyak mulai dari matahari, lampu neon, lampu pijar hingga lampu kilat. Bila kamera salah dalam mengenali sumber
cahaya yang ada, hasil foto akan jadi kebiruan atau kemerahan sehingga merusak
mood dari sebuah foto. Bila pada kamera sudah tersedia preset WB untuk
berbagai sumber cahaya tersebut, cobalah untuk memakai setting yang sesuai11
supaya karakter warnanya lebih tepat.
Itulah setting dasar kamera digital yang perlu dikenali, dipahami dan dicoba.
Masih banyak setting lain yang tingkatnya lebih  advanced, namun dengan
mengoptimalkan setting dasar saja diharap kita sudah bisa menjaga hasil foto
supaya tidak mengecewakan.
Tentu saja apa yang diuraikan di atas hanyalah hal-hal yang bersifat mendasar,
masih banyak faktor teknis atau non teknis yang mempengaruhi kualitas hasil
foto. Tapi umumnya hal-hal sederhana ini kadang terlupakan saat memotret dan
kita berpotensi kehilangan hasil foto terbaik yang semestinya bisa kita dapatkan.

Teknik Menciptakan Gambar Indah dan Bermakna

Teknik Menciptakan Gambar Indah dan Bermakna
On 15 Jul, 2012 By KSS With 1 Comment | 86 views
http://komunitassinemasemarang.com/wp-content/uploads/2012/07/film-take.jpg
Membuat gambar untuk kepentingan apa saja ,baik dokumentasi ,dan kepentingan lain terlebih untuk sebuah karya audio visual ada beberapa tip yang mesti di kuasai oleh CAMERAWAN,seperti teknik pengambilan gambar,penguasaan alat itu sendiri ,termasuk perawatanya ,serta kelengkapan dalam menciptakan karya itu sendiri,termasuk bagaimana memberikan sentuhan seni dalam gambar sehingga akan mampu menciptakan gambar indah dan bermakna .
Mendongeng masalah teknik,teknik yang terdapat pada pengambilan gambar sangat bervariasi, sehingga saat kita menonton suatu film tampak macam-macam sudut pandang pengambilan gambar yang merupakan hal penting dalam film. Penonton akan merasa jenuh apabila gambar yang disajikan terlihat monoton. Adapun teknik-teknik yang ada dalam pengambilan gambar yaitu :
1. Sudut pengambilan gambar (Camera Angle)
a. Bird Eye View
Pengambilan gambar dilakukan dari atas dari ketinggian tertentu sehingga memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda-benda lain yang tampak dibawah sedemikian kecil. Pengambilan gambar biasanya menggunakan helikopter maupun dari gedung-gedung tinggi.
b. High Angle
Sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan gambar seperti ini memiliki arti yang dramatik yaitu kecil atau kerdil.
c. Low Angle
Pengambilan gambar diambil dari bawah si objek, sudut pengambilan gambar ini merupakan kebalikan dari high angle. Kesan yang ditimbulkan dari sudut pandang ini yaitu keagungan atau kejayaan.
d. Eye Level
Pengambilan gambar ini mengambil sudut sejajar dengan mata objek, tidak ada kesan dramatik tertentu yang didapat dari eye level ini, yang ada hanya memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri.
e. Frog Level
Sudut pengambilan gambar ini diambil sejajar dengan permukaan tempat objek berdiri, seolah-olah memperlihatkan objek menjadi sangat besar.
 2. Ukuran gambar (frame size)
a. Extreem Close-up (ECU)
Pengambilan gambar sangat dekat sekali, hanya menampilkan bagian tertentu pada tubuh objek. Fungsinya untuk kedetailan suatu objek.
b. Big Close-up (BCU)
Pengambilan gambar hanya sebatas kepala hingga dagu objek. Fungsi untuk menonjolkan ekpresi yang dikeluarkan oleh objek.
c. Close-up (CU)
Ukuran gambar sebatas hanya dari ujung kepala hingga leher. Fungsi untuk memberi gambaran jelas terhadap objek.
d. Medium Close-up (MCU)
Gambar yang diambil sebatas dari ujung kepala hingga dada. Fungsinya untuk mepertegas profil seseorang sehingga penonton jelas.
e. Mid Shoot (MS)
Pengambilan gambar sebatas kepala hingga pinggang. Fungsinya memperlihatkan sosok objek secara jelas.
f. Knee Shoot (KS)
Pengambilan gambar sebatas kepala hingga lutut. Fungsinya hampir sama dengan Mid Shot.
g. Full Shoot (FS)
Pengambilan gambar penuh objek dari kepala hingga kaki. Fungsinya memperlihatkan objek beserta lingkungannya.
h. Long Shoot (LS)
Pengambilan gambar lebih luas dari pada Full Shoot. Fungsinya menunjukkan objek dengan latar belakangnya.
i. Extreem Long Shoot (ELS)
Pengambilan gambar melebihi Long Shoot, menampilkan lingkungan si objek secara utuh. Fungsinya menunjukkan bahwa objek tersebut bagian dari lingkungannya.
j. One  Shoot
Pengambilan gambar satu objek. Fungsinya memperlihatkan seseorang/benda dalam frame.
k. Two Shoot
pengambilan gambar dua objek. Fungsinya memperlihatkan adegan dua orang yang sedang berkomunikasi.
l. Three shoot
pengambilan gambar tiga objek. Fungsinya memperlihatkan adegan tiga orang sedang mengobrol.
m. Group Shoot
Pengambilan gambar sekumpulan objek. Fungsinya memperlihatkan adegan sekelompok orang dalam melakukan suatu aktifitas.
3. Gerakan kamera (moving camera)
a. Zooming (In/Out)
Gerakan yang dilakukan oleh lensa kamera mendekat maupun menjauhkan objek, gerakan ini merupakan fasilitas yang disediakan oleh kamera video dan kameramen hanya mengoperasikannya saja.
b. Panning (Left/Right)
Yang dimaksud dengan gerakkan panning yaitu kamera bergerak dari tengah ke kanan atau dari tengah ke kiri, namun bukan kameranya yang bergerak tapi tripodnya yang bergerak sesuai arah yang diinginkan.
c. Tilting (Up/Down)
Gerakan tilting yaitu gerakan ke atas dan ke bawah, masih menggunakan tripod sebagai alat bantu agar hasil gambar yang didapat memuaskan dan stabil.
d. Dolly (In/Out)
Gerakan yang dilakukan yaitu gerakan maju mundur, hampir sama dengan gerakan Zooming namun pada dolly yang bergerak adalah tripod yang telah diberi roda dengan cara mendorong tripod maju ataupun menariknya mundur.
e. Follow
Pengambilan gambar dilakukan dengan cara mengikuti objek dalam bergerak searah.
f. Framing (In/Out)
Framing adalah gerakan yang dilakukan oleh objek untuk memasuki (in) atau keluar (out) framming shot.
g. Fade (In/Out)
Merupakan pergantian gambar secara perlahan-lahan. Apabila gambar baru masuk menggantikan gambar yang ada disebut fade in, sedangkan jika gambar yang ada perlahan-lahan menghilang dan digantikan gambar baru disebut fade out.
h. Crane Shoot
Merupakan gerakan kamera yang dipasang pada alat bantu mesin beroda dan bergerak sendiri bersama kameramen, baik mendekati maupun menjauhi objek.
 4. Gerakan objek (moving object)
a. Kamera sejajar objek. Kamera sejajar mengikuti pergerakan objek, baik ke kiri maupun ke kanan.
b. Walking (In/Out) Objek bergerak mendekati (in) maupun menjauhi (out) kamera.
Setelah mengetahui teknik-teknik dalam pengambilan gambar, ada beberapa elemen penting yang harus ada di dalam gambar. Adapun elemen-elemen tersebut yaitu :
- Motivasi
- Informasi
- Komposisi
- Suara
- Sudut Kamera
- Kontinuitas

Selain teknik-teknik maupun tata cara pengambilan gambar yang harus dimiliki oleh seorang kameramen yaitu sense of art atau rasa seni, karena gambar yang diambil oleh kameramen merupakan karya seni. Setiap orang memungkinkan untuk menguasai teknik-teknik pengambilan gambar namun apabila tidak memiliki rasa seni atau keindahan maka hasil yang didapatpun kurang maksimal. Jadi rasa seni yang tinggi dapat dijadikan modal utama untuk menjadi kamerawan yang tangguh profesional . Gali terus potensi diri, dan jangan takut karya anda dikatakan jelek dan jangan takut dikatakan pemula.semoga donggeng ini akan bermanfaat bagi kita dalam menciptakan karya sinematografi.