Apapun kamera yang kita pakai, tiap kita memotret
tentu harapannya adalah
menghasilkan foto yang indah. Terkadang yang terjadi
justru kekecewaan karena
hasil foto
kita kurang memuaskan, padahal di saat
yang sama orang lain bisa
membuat foto yang lebih baik. Bisa jadi kita lupa
akan hal-hal sepele namun
penting yang menentukan bagus tidaknya hasil sebuah
foto. Kami sampaikan
disini cara-cara mudah yang perlu selalu diingat
guna mendapat foto yang indah.
Inilah cara mudah yang bisa diterapkan oleh siapa
saja (termasuk pemula
sekalipun) untuk mendapat foto yang lebih indah :
Perhatikan komposisi
Memotret dengan kamera ponsel sekalipun, titik berat
pada komposisi akan
membuat hasil foto yang berbeda dan bisa tampak
indah. Sebaliknya, bila
memakai kamera mahal yang canggih sekalipun tapi
tidak mengindahkan
komposisi akan menghasilkan foto yang tidak bisa
‘bicara’.
Komposisi berarti kejelian menempatkan objek pada
bidang foto, bagaimana kita
berpikir mencari
point-of-interest untuk tiap
foto, membuat kesan kedalaman
dengan bermain framing hingga mengikuti aturan
rule-of-thirds. Bila foto sudah
terlanjur diambil namun ternyata komposisinya kurang
enak dilihat, kita bisa
selamatkan dengan melakukan cropping
untuk membuang bidang yang tidak
perlu.
Perhatikan pencahayaan
Selalu, sebelum kita memotret, perhatikan dengan
seksama cahaya sekitar.
Kenali sumber cahaya
utamanya (matahari, lampu neon, lampu pijar atau
lainnya), estimasi
tingkat keterangannya (intensitas cahayanya) lalu arah
datangnya cahaya (side light, back light dsb). dari
sini kita bisa menentukan
apakah cukup mengandalkan auto WB pada kamera atau perlu dilakukan WB
manual. Pada saat cahaya kurang, kita juga perlu
mengukur kemampuan kamera kita
(berapa
shutter speed minimum, berapa bukaan lensa maksimum, berapa ISO
tinggi yang masih layak/noise rendah) sehingga foto yang diambil tidak
undereksposur. Perhatikan juga bila cahaya datang dari arah belakang objek akan
menghasilkan siluet sehingga perlu diputuskan apakah
objek harus pindah
posisi, atau kita kompensasi dengan menambah lampu
kilat.
Perhatikan latar belakang Ada kalanya yang paling
ingin ditonjolkan dari sebuah foto adalah latar
belakangnya. Berpose di depan Candi Borobudur
atau gunung Bromo tentu
maksudnya ingin menceritakan kalau ’saya pernah
kesana’. Untuk itu aturlah
latar bisa tampak jelas, sementara objek tetap
proporsional.
Tapi kadang kita justru si objek adalah fokus utama
dalam sebuah foto,
sementara latar belakang bisa diabaikan. Untuk
itu pilihlah latar yang tidak
mengganggu fokus orang yang melihat foto kita. latar
yang terlalu ramai dan
penuh warna bisa membuat orang justru sibuk
mengamati latar daripada objek
foto. Bila kamera anda mampu membuat latar menjadi
blur/out-of- focus, maka
lakukanlah sbb :
Tidak bisa dipungkiri bahwa latar belakang yang blur
dari sebuah foto mampu
memberi kesan kedalaman (Depth-of-Field/DoF)
tersendiri bagi foto tersebut.
Dengan latar yang
blur dapat dilakukan isolasi atau pemisahan objek foto
sehingga perhatian tidak terpecah antara melihat
objek atau latarnya. Maka itu
teknik membuat
blur ini lebih banyak dipakai di foto potret dan still life
(yang
perlu DoF sempit), dan tidak untuk dipakai di foto
landscape atau pemandangan
(yang perlu DoF lebar).
Banyak yang berharap dengan kamera yang dimilikinya,
dia akan dapat
mendapat foto yang latarnya blur. Meski banyak yang
berhasil, namun ada juga
yang mengalami kekecewaan karena hasil fotonya tidak seperti yang diharapkan.
Untuk itu perlu dicatat bahwa hasil dari foto yang
latarnya blur dapat bervariasi,
dan tingkat blurnya pun berbeda (mulai dari yang
agak blur hingga sangat blur).
Ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu faktor
apa saja yang membuat hasil
blur pada latar ini bisa berbeda, yaitu :
• ukuran sensor pada kamera
• jenis lensa yang dipakai
• posisi panjang fokal lensa
• bukaan diafragma lensa
• jarak objek terhadap latar
Soal sensor, jelas pada kamera DSLR yang ukuran
sensornya lebih besar,
kemampuan menghasilkan foto yang latarnya blur akan menjadi mudah. Tidak
demikian halnya dengan kamera bersensor kecil
(meskipun kamera prosumer)
yang relatif akan kesulitan untuk membuat blur pada
latar. Pada DSLR pun jenis
lensa yang dipakai bisa memberi hasil blur yang berbeda-beda, tergantung tipe
lensanya (zoom atau prime), berapa jumlah blade
diafragmanya (ada yang 5, 7,
dan 9 blade) dan apa jenis bladenya (lurus atau
rounded). Sekedar berbagi tips, mendapatkan bokeh yang baik dapat diupayakan
dengan
beberapa langkah berikut ini :
• Gunakan bukaan maksimal, karena semakin besar
bukaan diafragma akan
membuat latar semakin blur. Bila lensa anda memiliki
bukaan maksimal
f/4, gunakan saja itu, jangan bermain di f/8 atau
f/11, misalnya.
• Gunakan posisi fokal lensa di zoom / tele maksimum (untuk lensa zoom
tentunya). Masalahnya, pada posisi lensa di tele
maksimum ini
kebanyakan akan mengalami penurunan bukaan diafragma
maksimal
(kecuali lensa dengan bukaan konstan). Tips memakai
posisi tele
maksimum ini tidak harus dilakukan pada lensa
yang tergolong super
zoom (seperti 18-200mm), karena bisa-bisa nanti si
fotografer akan
berada terlalu jauh dari objek.
• Upayakan jarak objek cukup jauh dari latarnya.
Akan sia-sia memakai
bukaan lensa maksimum bila si objek bersandar di
dinding, misalnya.
Baik si objek dan dinding itu akan sama-sama
tajam nantinya, sehingga
tidak bisa didapat bokeh yang baik.
• Untuk pemakai kamera saku, selain tips diatas
bisa dicoba dengan
memakai mode
macro yang bisa menambah kemampuan lensa untuk
memisahkan objek dengan latarnya.
Sebagai perbandingan, saya berikan contoh foto yang
didapat dari berbagai jenis
lensa (memakai kamera Nikon D40). Lokasi di halaman
rumah saja, dengan
objek suvenir khas Kalimantan dan sebagai latarnya
adalah pepohonan di taman
rumah.
Inilah contoh foto yang saya buat : Foto diatas,
yang bokehnya menurut saya paling baik, didapat dengan memakai
lensa Nikon
AF-S 105mm VR Micro, dengan bukaan saya set di f/3.2.
Dengan memakai lensa ini, kita sama sekali tidak
punya gambaran apa yang
menjadi latar belakang dari foto ini. Fokus hanya
tertuju pada patung Dayak
yang tampak jelas sebagai objeknya.
Foto kedua, bokehnya sedikit kalah dibanding dengan
foto pertama, didapat
dengan memakai lensa Nikon AF-S 24-70mm dan bukaan f/2.8 (di posisi
70mm), bisa didapat bokeh yang masih amat baik.
Abaikan perbedaan warna
foto ini dengan foto pertama, mengingat cuaca
belakangan ini sering berubahubah. Foto ketiga, meski memakai Nikon D40 tapi
kini beralih ke lensa kit 18-55mm.
Pada posisi tele maksimum 55mm, dengan bukaan
maksimum hanya f/5.6
memang nyatanya lensa ini kurang mampu menghasilkan
bokeh yang baik
(meski lensa kecil ini mampu memberi ketajaman dan
warna yang hampir sama
baiknya dengan lensa yang lebih mahal). Maka itu
lensa kit ini tidak begitu cocok
untuk urusan bikin blur, terbukti pada foto
diatas masih tampak sepintas adanya
pepohonan di belakang objek.
Foto keempat diberikan sebagai pembanding,
diambil memakai kamera saku
Lumix LZ2 yang lensanya 36-222mm f/2.8-4.5 (6x zoom). Pada
posisi tele
maksimum (222mm), bukaan maksimum dari lensa ini
adalah f/4.5 yang relatif
masih mencukupi untuk membuat blur pada
background. Posisi mode yang
dipakai adalah
macro mode, dan terbukti mampu membantu membuat bokeh
yang lumayan (untuk ukuran kamera saku lho..).
Tips tambahan, bila tips diatas semuanya tidak
berhasil : gunakan saja software
Photoshop, bermainlah dengan layer
dan blur tool. Tapi ingat, olah
digital
semacam ini tidak diijinkan dalam lomba foto.
Perlu diingat juga kalau tiap posisi fokal lensa
yang berbeda mampu memberi
perspektif
yang berbeda terhadap objek dan latar. Saat anda memakai lensa
zoom dan akan memotret objek yang relatif terhadap
latar, aturlah posisi anda,
posisi fokal lensa, posisi objek dan posisi latar
agar memberi perspektif yang
diinginkan. Perhatikan kamera anda
Terakhir, diluar faktor eksternal diatas,
ujung-ujungnya juga kembali pada
kamera sebagai alat yang menentukan hasil foto.
Banyak orang kecewa setelah
melihat hasil foto yang diambilnya, tanpa
memperhatikan apakah dia sudah
melakukan yang terbaik saat memotret. Cek
kembali setting kamera anda saat
akan memotret :
• jangan goyang saat memotret, sedikit saja
handshake akan membuat foto
blur, apalagi saat shutter speed rendah (dibawah 1/30 detik) atau saat
memakai lensa tele (diatas 100mm)
• pastikan
auto fokus mengunci pada objek yang dituju, bukan salah
memfokus pada latar belakang atau objek lainnya
• periksa histogram sebelum memotret, bila under
atau over bisa
dikompensasi dengan
Exposure Compensation (Ev) ke arah plus atau
minus
• tentukan apakah anda perlu memakai lampu kilat atau tidak, bahkan di
siang hari sekalipun
Setting Kamera
Percaya atau tidak,
banyak pemilik kamera digital yang masih belum memahami
setting dasar dari kameranya, sehingga dalam
memotret dia hanya
mengandalkan mode Auto dan pasrah akan hasil
akhir nantinya. Padahal kita
tahu bahwa kamera punya banyak setting dan kesalahan
setting akan membuat
hasil foto bisa mengecewakan sehingga ada saja orang
yang merasa ragu untuk
mencoba berbagai setting yang ada di kameranya.
Betul kalau mode Auto pada
kamera masa kini sudah amat cerdas dalam membuat
foto yang aman, tapi
apakah anda tidak ingin menjajal berbagai setting
yang ada di kamera anda?
Setidaknya kita harus mengenali dan pernah mencoba
seluruh setting dasar yang
ada pada kamera yang kita miliki sehingga tahu
apa yang harus dirubah saat
berhadapan dengan situasi yang berbeda-beda.
Meski tampak sepele, tapi setting berikut ini bisa
membantu anda menghasilkan
foto yang lebih baik, bila diatur dengan benar.
Untuk lebih jelasnya, baca juga
buku manual kamera anda karena apa yang kami
sampaikan berikut ini bersifat
umum.
Ukuran foto (resolusi sensor)
Foto atau gambar format digital diukur dengan satuan
piksel dan ini terkait
dengan resolusi yang dimiliki sensor kamera, dimana
resolusi sensor
menandakan ukuran maksimal foto yang bisa dihasilkan
(dinyatakan dalam
mega piksel). Kamera masa kini telah mengalami
peningkatan dalam jumlah
piksel pada keping sensornya dan kita tahu kalau
semakin tinggi resolusinya
maka semakin detail foto yang dihasilkan. Berapapun
resolusi yang dimiliki oleh kamera digital, biasanya terdapat pilihan
setting resolusi yaitu :
• resolusi maksimum (large) : disini kamera akan
menghasilkan foto
dengan resolusi penuh dan otomatis file foto yang
dihasilkan juga akan
berukuran besar. Gunakan resolusi tertinggi ini bila
anda memang sedang
memotret sesuatu yang penting, kaya detail,
berencana banyak melakukan
cropping atau akan mencetak ukuran besar.
• resolusi menengah (medium) : kamera akan
menghasilkan foto dengan
ukuran menengah yang masih cukup detail namun ukuran
filenya tidak
terlalu besar. Setting ini cocok dipakai untuk
memotret sehari-hari.
• resolusi kecil (small) : bila anda hanya perlu
foto berukuran kecil untuk
ditampilkan di web dan tidak berencana untuk dicetak
ataupun
melakukan cropping, resolusi kecil ini bisa saja
dipakai.
Kualitas foto (kompresi JPEG)
Banyak orang yang salah paham kalau kualitas foto
itu ditentukan dari
resolusinya. Padahal resolusi menyatakan detail foto
sementara kualitas
ditentukan dari tingkat kompresi JPEG yang bisa kita
atur settingnya. Semakin
tinggi kompresi JPEG maka kualitas foto akan
makin rendah karena preses
kompresi ini bersifat lossy
alias menurunkan kualitas. Foto berkualitas rendah
akan tampak adanya artifak atau kotak-kotak akibat
proses kompresi yang tinggi,
namun memiliki ukuran file yang rendah.
Setting kualitas yang umumnya dijumpai di kamera :
• kualitas tertinggi (super fine, best atau high quality) : bila perlu foto
berkualitas tinggi dan minim artifak, pilih setting
dengan kompresi
terendah ini, namun ukuran file akan sangat besar
(sekitar 4-5 MB per
foto).
• kualitas menengah (fine, better atau medium quality) : cocok untuk
digunakan sehari-hari, masih aman dari artifak yang
mengganggu namun
file foto tidak terlalu besar.
• kualitas dasar
(normal, good atau basic quality) : bisa dipilih kalau
sedang kondisi darurat, misalnya kebetulan kartu
memori yang ada
kapasitasnya rendah, atau sisa ruang simpan di kartu
memori tinggal
sedikit. Di setting ini kompresi JPEG sangat tinggi
sehingga sebuah file
foto bisa berukuran kecil namun akan banyak
mengalami efek kompresi
seperti artifak yang bakal terlihat di hasil foto.
Sensitivitas sensor (ISO)
ISO dalam fotografi digital menandakan seberapa
sensitif sensor terhadap
cahaya. Tiap kamera punya ISO dasar (atau ISO
terendah) yang umumnya
diantara ISO 80 hingga ISO 200. Di ISO terendah ini
sensor memberikan hasil
foto yang rendah noise sehingga umumnya
kebanyakan orang membiarkan kameranya
selalu memakai ISO rendah. Padahal adanya pilihan nilai ISO pada
kamera disediakan tentu untuk kemudahan kita, dan
kapan memakai ISO rendah
dan kapan harus menaikkan ISO tentu perlu kita
pahami.
• ISO rendah (ISO 80 - 200) cocok untuk dipakai
sehari-hari, selama
cahaya sekitar cukup terang seperti saat memotret di
siang hari. ISO
rendah juga bisa dipilih bila kita ingin fotonya
terhindar dari noise atau
saat sedang bermain slow speed.
• ISO menengah (ISO 400 - 800) bisa jadi nilai
kompromi antara
sensitivitas dan noise, dalam arti di ISO
menengah ini kita mendapat
sensor yang lebih sensitif namun dengan noise
yang tidak terlalu tinggi.
Gunakan ISO menengah bila cahaya sekitar sudah mulai
redup, atau saat
memakai ISO dasar ternyata shutter speed terlampau lambat dan
berpotensi blur. Noise yang muncul akibat memakai
ISO menengah ini
masih bisa dikurangi memakai software komputer.
• ISO tinggi
(ISO 1000 - 6400) adalah peningkatan ekstrim dari
sensitivitas sensor yang akan membuat sensor sangat
sensitif terhadap
cahaya sekaligus membuat banyak noise pada foto.
Gunakan ISO tinggi
bila cahaya yang ada tidak mencukupi bagi kamera
untuk mendapat
eksposur yang tepat, atau bila kita ingin
mendapatkan shutter speed yang
tinggi. Pada kebanyakan kamera digital, ISO
tinggi umumnya memberi
hasil foto yang penuh noise dan kurang baik untuk
dicetak.
Kompensasi Eksposur (Ev)
Setting yang satu ini kadang dipahami banyak
orang sebagai kendali terang
gelap, meski yang lebih tepatnya adalah bagaimana
kita memberikan instruksi
pada kamera untuk merubah nilai nol eksposur.
Setting Ev menjadi setting dasar
kamera digital mulai dari kamera kelas pro hingga
kamera ponsel, dan nyatanya
setting ini sangat bermanfaat untuk mengatasi
kendala terang gelap yang tidak
sesuai keinginan kita. Nilai default Ev adalah 0
(nol) dimana kamera berupaya
mencari nilai shutter dan aperture terbaik hasil
pengukuran kondisi pencahayaan
saat itu (metering). Pada nilai Ev 0 biasanya
area terang (highlight) dan gelap
(shadow) berada pada kondisi yang imbang, meski
karakter tiap kamera bisa
sedikit berbeda. Dalam kondisi tertentu, adakalanya
metering kamera tidak
memberikan hasil yang sesuai dengan keinginan kita,
entah objeknya terlalu over
atau terlalu under. Nah, bila sudah begitu kita bisa
merubah nilai Ev ini ke arah :
• Positif Ev (mulai dari +1/3 Ev hingga +3 Ev)
dilakukan bila kita ingin
membuat bagian yang gelap menjadi lebih terang,
meski dengan resiko
bagian terang jadi terbakar (blown). Biasanya di
area yang kontrasnya
tinggi seperti saat sinar matahari terik, atau ada
sinar dari belakang objek
(backlight), maka foto perlu dikompensasi ke arah
positif.
• Negatif Ev (mulai dari -1/3 Ev hingga -3 Ev)
dilakukan bila kita ingin
mengurangi area yang terang jadi lebih gelap,
seperti saat memotret
sunset. Tanpa menurunkan Ev, foto sunset akan
terlalu terang dan niscaya momen indah saat matahari terbenam itu tidak akan
terekam dengan
baik.
Mode lampu kilat (flash)
Lampu kilat yang ada pada kamera tampaknya cukup
sepele karena hanya
berfungsi sebagai lampu tambahan. Namun
adakalanya pemilik kamera masih
sering mengabaikan setting flash saat memotret.
Umumnya setting flash ini
dibiarkan di posisi Auto dimana flash akan menyala
hanya kalau suasana sudah
cukup gelap. Padahal seringkali kita perlu flash di
siang hari, dan bisa saja kita
justru tidak boleh menyalakan flash di malam hari.
Untuk itu inilah setting dasar
lampu kilat kamera secara umum yang perlu dipahami :
• Auto : menyala otomatis saat mulai gelap. Biasakan
untuk tidak memakai
mode flash Auto.
• Flash on : selalu menyala setiap memotret. Gunakan
setting ini bila ingin
memotret dengan lampu kilat seperti saat tidak
ada sumber cahaya
apapun selain dari lampu kamera, atau saat siang
hari tapi objek yang
akan difoto terhalang bayangan sehingga gelap. Flash
di siang hari juga
bisa dipakai untuk melawan backlight.
• Flash on plus red-eye : sama seperti di atas,
namun lampu kilat akan
menyala dua kali untuk mencegah mata merah. Ada saja
orang yang
memakai setting ini tanpa memahami mode ini untuk
apa, sehingga dia
memakai setting ini setiap kali memotret, siang atau
malam. Padahal
dengan dua kali lampu kilat menyala, potensi
kehilangan momen cukup
tinggi karena ada jeda saat memotret dan hingga saat
gambar diambil.
Lagi pula dengan seringnya lampu kilat menyala akan
membuat baterai
cepat habis.
• Flash off :
kebalikan dengan flash on, setting flash off tentu mencegah
lampu kilat menyala saat memotret. Pertama, gunakan
setting ini saat
cahaya sekitar sudah cukup banyak. Kedua, matikan
flash saat kita perlu
memotret dengan available light (sumber cahaya
alami) seperti memotret
lilin, night shot atau ruangan yang sangat luas.
Ketiga, setting ini berguna
saat penggunaan lampu kilat dilarang seperti saat
konser di panggung
pertunjukan atau di rumah ibadah. Keempat, jangan
pakai lampu kilat bila
hasil foto akan mengalami pantulan lampu seperti
memotret dari balik
jendela mobil, memotret ikan di akuarium dan
memotret benda yang
mengkilat.
White balance
Terakhir, setting dasar yang kerap diabaikan adalah
pengaturan karakter warna
white balance. Alasan umum mengapa jarang ada yang
suka mencoba bermainmain dengan setting ini adalah karena di posisi Auto WB,
hasil foto sudah cukup
aman dan warnanya jarang meleset. Hanya saja apakah
kita akan pasrah pada
mode Auto saat berhadapan dengan sumber cahaya putih
yang berbeda-beda? Di
alam ini sumber cahaya putih sangat banyak mulai
dari matahari, lampu neon, lampu pijar hingga lampu kilat. Bila kamera salah
dalam mengenali sumber
cahaya yang ada, hasil foto akan jadi kebiruan atau
kemerahan sehingga merusak
mood dari sebuah foto. Bila pada kamera sudah
tersedia preset WB untuk
berbagai sumber cahaya tersebut, cobalah untuk
memakai setting yang sesuai11
supaya karakter warnanya lebih tepat.
Itulah setting dasar kamera digital yang perlu
dikenali, dipahami dan dicoba.
Masih banyak setting lain yang tingkatnya lebih advanced, namun dengan
mengoptimalkan setting dasar saja diharap kita sudah
bisa menjaga hasil foto
supaya tidak mengecewakan.
Tentu saja apa yang diuraikan di atas hanyalah
hal-hal yang bersifat mendasar,
masih banyak faktor teknis atau non teknis yang
mempengaruhi kualitas hasil
foto. Tapi umumnya hal-hal sederhana ini kadang
terlupakan saat memotret dan
kita berpotensi kehilangan hasil foto terbaik yang
semestinya bisa kita dapatkan.